LAPORAN PRAKTIKUM
GENETIKA
PERCOBAAN
I
IMITASI
PERBANDINGAN GENETIS
NAMA : ENDANG SRI WATI MATARRU
NIM :
H41112006
KELOMPOK : I (SATU) A
HARI/TANGGAL : SELASA/5 MARET 2013
ASISTEN : PINKAN C.I TUMANDUK
LABORATORIUM
GENETIKA JURUSAN BIOLOGI
FAKULTAS
MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS
HASANUDDIN
MAKASSAR
2013
BAB I
BAB I
PENDAHULUAN
I.1 Latar Belakang
Hasil
percobaan Mendel
pada persilangan monohibrid menunjukkan bahwa pada seluruh tanaman F1
hanya ciri dari salah satu
tetua yang muncul. Pada generasi F2, semua ciri yang dipunyai oleh
tetua (P) yang disilangkan muncul kembali dengan rasio fenotipe 3:1. Hal ini disebabkan adanya ciri resesif
dan dominan. Sebagai salah satu kesimpulan dari percobaan monohibridnya,
Mendel menyatakan bahwa setiap sifat organisme ditentukan oleh faktor dan saat
pembentukan gamet, setiap faktor dapat berpisah secara bebas. Peristiwa ini dikenal
sebagai Hukum Mendel I, yaitu
hukum segregasi
(Ma’arif, 2009).
Pada penyilangan dengan kombinasi
sifat yang berbeda, Mendel memperoleh hasil yang secara tetap sama dan tidak
berubah-ubah dengan rasio fenotipe F2 9:3:3:1. Pengamatan ini
menghasilkan formulasi Hukum Mendel II (asortasi bebas) yang menyatakan bahwa
gen-gen menentukan sifat-sifat yang berbeda dipindahkan secara bebas satu
dengan yang lain dan akan terjadi pilihan secara acak pada keturunannya (Agus
dan Sjafaraenan, 2013).
Namun
seringkali percobaan persilangan yang kita lakukan menghasilkan keturunan yang
tidak sesuai dengan hukum Mendel. Untuk menguji hal ini digunakan tes X2
atau disebut juga dengan Chi-square. Metode Chi-square
adalah cara yang tepat kita pakai untuk membandingkan data
percobaan yang diperoleh dari hasil persilangan dengan
hasil yang diharapkan
berdasarkan hipotesis secara teoritis.
I.2 Tujuan Percobaan
Tujuan dari praktikum ini adalah untuk
mendapatkan gambaran tentang kemungkinan gen-gen yang dibawa oleh gamet-gamet
tertentu akan bertemu secara acak atau random.
I.3
Waktu dan Tempat Percobaan
Praktikum ini dilaksanakan pada hari
Selasa tanggal 05 Maret 2013 pukul 14.30-17.00 WITA di Laboratorium Biologi
Dasar, Jurusan Biologi, Fakultas Matematika
dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Hasanuddin, Makassar.
BAB
II
TINJAUAN
PUSTAKA
Gen
adalah unit terkecil bahan penyusun sifat menurun. Besarnya diperkirakan 4-50µ.
Istilah gen pertama kali diperkenalkan oleh W.Johansen (1909), sebagai pengganti
istilah faktor keturunan atau elemen yang dikemukakan oleh Gregor Mendel. Gregor
Mendel telah berasumsi tentang adanya suatu bahan yang terkait dengan suatu
sifat atau karakter yang dapat
diwariskan. Ia menyebutnya
'faktor'. Pada tahun 1910, Thomas
Hunt Morgan menunjukkan bahwa
gen terletak di
kromosom. Selanjutnya, terjadi
'perlombaan' seru untuk menemukan substansi yang merupakan gen.
Banyak penghargaan Nobel yang kemudian jatuh pada peneliti yang terlibat dalam
subjek ini (Nuraini, 2008).
Untuk
membuktikan kebenaran teorinya, Mendel telah melakukan percobaan dengan
membastarkan tanaman-tanaman yang mempunyai sifat beda. Tanaman yang dipilih
adalah tanaman kacang ercis (Pisum
sativum). Alasannya tanaman tersebut mudah melakukan penyerbukan silang,
mudah didapat, mudah hidup atau mudah dipelihara, berumur pendek atau cepat berbuah,
dapat terjadi penyerbukan sendiri, dan terdapat jenis-jenis yang memiliki sifat
yang mencolok. Sifat-sifat yang mencolok tersebut, misalnya: warna bunga (ungu
atau putih), warna biji (kuning atau hijau), warna buah (hijau atau kuning),
bentuk biji (bulat atau kisut), sifat kulit (halus atau kasar), serta ukuran
batang (tinggi atau rendah). Prinsip dasar hereditas yang ditemukan oleh Mendel
dirumuskannya dalam 2 hukum, yaitu Hukum Mendel I dan Hukum Mendel Mendel II (Mulyadi,
2012).
Hukum
Mendel I atau hukum segregasi
membahas tentang pemisahan faktor-faktor
pembawa sifat (alel) pada waktu pembentukan gamet. Hukum segregasi menyatakan
bahwa alel-alel akan berpisah secara
bebas dari diploid menjadi haploid pada saat pembentukan gamet. Dengan
demikian setiap sel gamet hanya mengandung satu gen dari alelnya. Fenomena ini
dapat diamati pada persilangan monohibrid, yaitu persilangan dua individu
dengan satu sifat beda. Untuk mengujinya, Mendel melakukan perkawinan silang
antara antara ercis berbunga ungu dengan ercis berbunga putih dengan satu faktor
pembawa sifat (Nuraini, 2008).
Persilangan antara ercis
berbunga ungu dengan ercis berbunga putih menghasilkan keturunan F1 ercis berbunga ungu. Keturunan F1 dikawinkan antarsesamanya menghasilkan
keturunan F2 di mana sebagian ercis berbunga ungu (3/4 bagian) dan sebagian
berbunga putih (1/4 bagian)
(Nuraini, 2008).
Hukum Mendel II atau the law of
independent assortment membahas mengenai perkawinan silang yang menyangkut dua atau lebih
pasangan sifat berbeda, maka pewarisan dari
masing-masing pasangan faktor sifat-sifat tersebut adalah bebas sendiri-sendiri
(masing-masing tidak tergantung satu sama lain). Keturunan pertama menunjukkan sifat fenotipe dominan
dan keturunan kedua menunjukkan fenotipe dominan dan resesif dengan
perbandingan 9 : 3 : 3 : 1. Untuk
mengujinya, Mendel melakukan perkawinan silang antara antara ercis biji kuning dengan bentuk bulat RRYY dengan ercis biji hijau dengan bentuk keriput (Nuraini, 2008).
Tabel hubungan antara
banyaknya sifat beda, gamet,kombinasi F2,fenotip F2,genotif F2 apabila terdapat
dominansi sebagai berikut (Mulyadi, 2012) :
Banyaknya
sifat beda
|
Macam gamet
dari F1
|
Banyaknya
kombinasi dalam F2
|
Banyaknya
fenotif dalan F2
|
Banyaknya
kombinasi persis dalam F1
|
Banyaknya
kombinasi homozigot
|
Banyaknya
kombinasi baru yang homozigot
|
banyaknya
macam genotif dalam F2
|
1
|
2
|
4
|
2
|
2
|
2
|
0
|
3
|
2
|
4
|
16
|
4
|
4
|
4
|
2
|
9
|
3
|
8
|
64
|
8
|
8
|
8
|
6
|
27
|
4
|
16
|
256
|
16
|
16
|
16
|
14
|
81
|
Ke-n
|
2n
|
(2n)2
|
2n
|
2n
|
2n
|
2n-2
|
3n
|
Penurunan karakter oleh
gen tunggal menyimpang dari pola Mendel jika alel secara keseluruhan tidak
menunjukkan sifat dominan atau sifat resesif yaitu ketika gen tertentu memiliki
lebih dari dua alel atau ketika satu gen menghasilkan lebih dari satu fenotipe.
Alel dapat menunjukkan tingkat dominansi atau resesif yang berbeda satu dengan
lainnya. Pada penyilangan pea yang dilakukan Mendel, anakan F1 selalu
menunjukkan salah satu sifat dari sifat kedua induknya karena satu alel dari
pasangan alel menunjukkan complete dominance (dominansi lengkap)
terhadap alel lainnya dari pasangan tersebut. Pada beberapa gen, tidak ada alel
yang secara lengkap mendominasi, sehingga anakan F1 memiliki fenotipe diantara
variasi kedua induknya. Fenomena ini disebut incomplete dominance dan ditunjukkan oleh penyilangan
tanaman snapdragon berbunga merah dan putih dimana seluruh hibrid F1
memiliki bunga berwarna pink. Fenotipe ketiga ini muncul karena bunga dari
heterozigot memiliki pigmen merah lebih sedikit dibandingkan dengan homozigot
warna merah (Campbell dkk, 2010).
Variasi
lain dari hubungan dominansi antar alel disebut codominance. Pada variasi ini kedua alel mempengaruhi fenotipe
dengan cara yang terpisah dan berbeda. Sebagai contoh, golongan darah MN
manusia ditentukan oleh alel codominan untuk dua molekul khusus yang terletak
di permukaan sel darah merah yaitu molekul M dan molekul N. Sebuah lokus
tunggal (dengan dua kemungkinan variasi alel) menentukan fenotipe golongan
darah. Individu homozigot untuk alel M (MM) memiliki sel darah merah dengan
molekul M saja sedangkan individual homozigot untuk alel N (NN) hanya memiliki
sel darah merah dengan molekul N saja. Jika kedua molekul M dan N terdapat pada
sel darah merah, individu tersebut adalah heterozigot untuk alel M dan N (MN).
Ingatlah bahwa fenotipe MN bukan fenotipe intermediate antara M dan N (Campbell
dkk, 2010).
Penyimpangan Semu Hukum Mendel
Penyimpangan semu terjadi karena interaksi
antar alel dan genetik sebagai berikut (Ma’arif, 2009):
A.
Interaksi
Alel : Berbagai bentuk interaksi alel adalah interaksi dominan tidak sempurna,
kodominan, variasi dua atau lebih gen sealel (alel ganda), dan alel letal.
1)
Dominansi Tidak Sempurna (Incomplete Dominance) è alel dominan tidak dapat menutupi
alel resesif sepenuhnya sehingga keturunan yang heterozigot memiliki sifat
setengah dominan dan setengah resesif.
2)
Kodominan è dua alel suatu gen yang
menghasilkan produk berbeda dengan alel yang satu tidak dipengaruhi oleh alel
yang lain. Contohnya sapi berwarna merah kodominan terhadap sapi putih
menghasilkan anak sapi roan.
3)
Alel Ganda è fenomena adanya tiga atau lebih
alel dari suatu gen. Umumnya gen tersusun dari dua alel alternatifnya. Alel
ganda dapat terjadi akibat mutasi dan mutasi menyebabkan banyak variasi alel.
Gejala adanya dua atau lebih fenotipe yang muncul dalam suatu populasi
dinamakan polimorfisme.
4)
Alel Letal è alel yang dapat menyebabkan
kematian bagi individu yang memilikinya. Alel letal resesif adalah alel
yang dalam keadaan homozigot resesif dapat menyebabkan kematian. Contoh alel
letal resesif adalah albino pada tumbuhan dan sapi bulldog. Alel letal dominan
adalah alel yang dalam keadaan dominan dapat menyebabkan kematian. Contohnya
ayam jambul.
B.
Interaksi
Gen : Interaksi genetik menyebab terjadinya atavisme, polimeri, kriptomeri,
epistatis dan hipostatis, serta komplementer. Interaksi ini menyebabkan rasio
tidak sesuai dengan Hukum Mendel, tetapi menunjukkan adanya variasi.
1)
Atavisme
è munculnya suatu sifat sebagai akibat interaksi dari
beberapa gen. Contoh atavisme adalah sifat genetis pada jengger ayam. Ada empat
bentuk jengger ayam, yaitu walnut (R_P_), rose (RRP_), pea (rrP_), dan single
(rrpp). Perbandingan fenotipenya adalah walnut : rose : pea : single = 9 : 3 :
3 : 1.
2)
Polimeri
è bentuk interaksi gen yang bersifat kumulatif atau saling
menambah. Polimeri terjadi akibat interaksi atara dua gen atau lebih sehingga
disebut juga sifat gen ganda. Contoh polimeri terdapat pada percobaan
persilangan gandum, dilakukan H. Nilsson-Ehle yang menghasilkan perbandingan
fenotipe 15 : 1.
3)
Kriptomeri
è sifat gen dominan yang tersembunyi, jika gen tersebut
berdiri sendiri, namun gen dominan tersebut berinteraksi dengan gen dominan
lainnya, maka sifat gen dominan yang tersembunyi sebelumnya akan muncul.Contoh
kriptomeri adalah persilangan pada bunga Linaria maroccana yang
menghasilkan perbandingan fenotipe bunga ungu : merah : putih = 9 : 3 : 4.
4)
Epistatis
dan Hipostatis è persilangan dimana gen epistatis
memiliki sifat mempengaruhi gen hipostatis. Epistatis dibedakan menjadi
epistatis dominan dimana gen dengan alel dominan menutupi kerja gen lain,
epistatis resesif yaitu gen dengan alel homozigot resesif mempengaruhi gen
lain, epistatis gen dominan rangkap adalah peristiwa dua gen dominan atau lebih
yang bekerja untuk munculnya satu fenotipe tunggal, dan komplementer adalah
interaksi beberapa gen yang saling melengkapi. Interaksi gen tersebut disebut
juga epistatis gen resesif rangkap.
Persilangan
Resiprok
Persilangan
resiprok (persilangan kebalikan)
ialah persilangan tukar kelamin atau persilangan ulang dengan jenis kelamin
yang dipertukarkan. Persilangan yang merupakan kebalikan dari persilangan yang
semula dilakukan. Sebagai contoh dapat digunakan percobaan Mendel lainnya:
H = Gen yang menentukan buah polong berwarna
hijau
h = Gen yang menentukan buah polong berwarna
kuning
Mula-mula,
serbuk sari dan bunga pada tanaman berbuah polong hijau diserbukkan pada putik
bunga pada tanaman berbuah polong kuning. Pada persilangan berikutnya cara
tersebut diatas dibalik. Dari kedua macam persilangan tersebut adalah ternyata
didapatkan keturunan F1 maupun F2 yang sama (Suryo,
2010).
Persilangan
Kembali (Backcross)
Inilah
persilangan antara hibrid F1 dengan induknya jantan atau betina.
Ambil sebagai contoh marmut.
B = Gen untuk warna hitam
b = Gen untuk warna putih
Marmot
jantan hitam homozigot BB menghasilkan keturunan F1 seragam, yaitu
Bb berwarna hitam. Jika marmot F1 disilangkan kembali dengan induk
jantan (hitam homozigot), maka semua marmot F2 berwana hitam
meskipun genotipnya berbeda (Suryo, 2010).
P
: ♀ BB (Hitam) >< ♂ bb (Putih) F1
>< F1 :♀ BB (Hitam) >< ♂ Bb(Hitam)
(G)
: B b
G : B B b
F1 : Bb (Hitam) F2
:
BB (Hitam) Bb (Hitam)
Uji
silang Testcross
Ialah
persilangan antara hibrid F1 dengan individu yang homozigot resesif.
Jika digunakan seperti pada contoh dimuka, hibrid F1 disilangkan
dengan induk betina. Uji silang pada monohibrid ini menghasilkan keturunan
dengan perbandingan fenotip maupun genotip sebagai 1:1. Nilai uji silang itu
dapat merupakan suatu “backcross” tapi backcross belum tentu uji silang (Suryo,
2010).
P : ♀ BB (Hitam)
>< ♂ bb (Putih) Testcross :♀
Bb (Hitam) >< ♂ bb(putih)
(G) : B b (G): B b b
F1 : Bb (Hitam) F2 : Bb (Hitam)
bb (putih)
BAB III
METODE PERCOBAAN
III.1
Alat
Alat
yang digunakan pada percobaan ini adalah alat tulis menulis, kantong dan
kalkulator.
III.2
Bahan
Bahan
yang digunakan dalam percobaan ini adalah biji genetik.
III.3
Prosedur Kerja
Langkah-langkah
yang dilakukan dalam percobaan ini adalah:
a. Mengambil
20 biji genetik yang terdiri dari 5 kuning hijau, 5 kuning hitam, 5 merah hijau
dan 5 merah hitam dan memasukkan pada dua kantong, masing-masing kantong berisi
10 biji genetik secara acak.
b. Mengambil
satu biji genetik dari kantong kanan dan satu biji genetik dengan tangan kiri
pada waktu yang bersamaan dan akan menghasilkan sebuah kombinasi genetik. Mencatat
hasil yang diperoleh.
c. Setelah
mencatat hasilnya, mengembalikan kombinasi biji genetik itu ke kantong asalnya,
dan mengocok kantong supaya tercampur kembali.
d. Mengulangi
pengambilan (biji genetik), sampai 16 kali pengambilan dan membuat tabel dari
hasil percobaan yang anda lakukan.
e. Setelah
selesai dengan 16 kali percobaan, masing-masing kelompok melaporkan hasilnya
pada asisten dan menulis hasil data kelas (data yang dipeoleh dari setiap
kelompok) di papan tulis.
f. Mencatat
data tersebut dalam laporan praktikum.
BAB
IV
HASIL
DAN PEMBAHASAN
IV.1
Hasil
IV.1.1
Tabel Data Kelompok
Ke
|
K_B_
|
K_bb
|
kkB_
|
kkbb
|
1.
|
ü
|
_
|
_
|
_
|
2.
|
ü
|
_
|
_
|
_
|
3.
|
ü
|
_
|
_
|
_
|
4.
|
_
|
ü
|
_
|
_
|
5.
|
_
|
_
|
ü
|
_
|
6.
|
ü
|
_
|
_
|
_
|
7.
|
ü
|
_
|
_
|
_
|
8.
|
_
|
_
|
ü
|
_
|
9.
|
_
|
ü
|
_
|
_
|
10.
|
_
|
ü
|
_
|
_
|
11.
|
ü
|
_
|
_
|
_
|
12.
|
_
|
_
|
_
|
ü
|
13.
|
ü
|
_
|
_
|
_
|
14.
|
ü
|
_
|
_
|
_
|
15.
|
ü
|
_
|
_
|
_
|
I6.
|
_
|
ü
|
_
|
_
|
|
9
|
4
|
2
|
1
|
IV.1.2
Tabel Data Kelas A
Kelompok
|
K_B_
|
K_bb
|
kkB_
|
kkbb
|
1
|
9
|
4
|
2
|
1
|
2
|
10
|
0
|
4
|
2
|
3
|
9
|
7
|
0
|
0
|
4
|
10
|
2
|
4
|
0
|
5
|
4
|
6
|
3
|
3
|
6
|
9
|
4
|
3
|
0
|
7
|
8
|
2
|
3
|
3
|
|
59
|
25
|
19
|
9
|
Keterangan:
K = Kuning à
Kuning B = Hijau à Bernas
k = Merah à
Putih b = Hitam à Kisut
IV.1.3 Tabel X2
(Chi-square test)
|
K_B_
|
K_bb
|
kkB_
|
Kkbb
|
|
O
|
59
|
25
|
19
|
9
|
|
E
|
63
|
21
|
21
|
7
|
|
D
|
-4
|
4
|
-2
|
2
|
|
|
0,25
|
0,76
|
0,19
|
0,57
|
|
X2
|
1,77
|
||||
IV.2
Pembahasan
X2 = ∑
|
d = deviasi/penyimpangan (Inggrisnya:
deviation) ialah selisih antara hasil yag diperoleh (Inggris: observed,
disingkat o) dan hasil yang diramal.
e = hasil yang diramal/diharapkan
(Inggris: expected), jadi d = o – e
∑ = sigma (jumlah)
Dalam
perhitungan nanti harus diperhatikan pula besarnya derajat kebebasan (Inggris: Degree of Freedom), yang nilainya sama
dengan jumlah kelas fenotip dikurangi dengan satu. Jadi, dalam percobaan yang
dilakukan yaitu persilangan dihibrid berarti ada 4 kelas fenotip, sehingga
derajat kebebasannya adalah 4–1 = 3.
Menurut
para statistik, apabila nilai X2 yang didapat di bawah kolom nilai
kemungkinan 0,05, itu berarti bahwa data yang diperoleh dari percobaan itu
buruk. Ini disebabkan karena penyimpangan sangat berarti dan ada faktor lain di
luar faktor kemungkinan berperan disitu. Kalau nilai X2 yang didapat
berada di dalam kolom nilai kemungkinan 0,01 berarti data yang diperoleh dari
percobaan buruk sekali. Nilai X2 ini disebut sangat berarti (“highly
significant”). Ini disebabkan karena penyimpangan sangat berarti dan faktor
diluar faktor kemungkinan besar peranannya. Jadi data hasil percobaan dapat
dianggap baik apabila nilai X2 yang didapat berada di dalam kolom
nilai kemungkinan 0,05 atau di dalam kolom sebelah kirinya (Suryo, 2010).
Dari
perhitungan telah didapatkan X2
= 1,77 dengan
nilai derajat kebebasan yaitu 3. Nilai ini tidak tercantum pada tabel kemungkinan,
adapun hanya terdapat di antara 0,80 dan 0,50. Karena nilai
kemungkinan itu lebih besar dari 0,05(batas signifikan) maka dapat diambil
kesimpulan bahwa hasil percobaan itu bagus artinya tidak menyimpang dan
memenuhi perbandingan 9:3:3:1.
BAB V
PENUTUP
V.1
Kesimpulan
Kesimpulan yang
dapat diperoleh dari praktikum ini adalah sesuai dengan Hukum Mendel I (segregasi) yaitu pemisahan alel secara
bebas dan Hukum Mendel II (asortasi)
yaitu pengelompokkan gen secara bebas. Hukum itu berlaku pada proses
pembentukan gamet sehingga, gen-gen yang dibawa oleh gamet-gamet tertentu dapat
bertemu dan berpasangan secara acak/random.
V.2
Saran
Saran
saya sebaiknya percobaan dilakukan dengan teliti sehingga saat dievaluasi data
yang diambil menjadi lebih mudah diolah. Selain itu, laboratorium perlu
dilengkapai dengan fasilitas yang lebih baik untuk mendukung lancarrnya
praktikum.
DAFTAR PUSTAKA
Agus,
Rosana dan Sjafaraenan, 2013, Penuntun
Praktikum Genetika, Universitas Hasanuddin, Makassar.
Campbell,
Neil A. Reece, Jane B. dan Can Mitchell, 2010, Biologi Jilid I Edisi
Kedelapan, Erlangga, Jakarta.
Ma’arif,
Samsul, 2009, Imitasi Perbandingan
Genetis 1,2,dan 3, http://imabio-unja.blogspot.com, diakses pada
hari Rabu 06 Maret 2013 pukul 13:30 WITA.
Mulyadi,
Memet, 2012, Pewarisan Sifat, http://memetmulyadi.blogspot.com,
diakses
pada hari Rabu 06 Maret 2013 pukul 14:15 WITA.
Nuraini,
Tuti, 2008, Genetika Dasar (Mendelisme), http://shiroi-kiba.blogspot. com, diakses pada
hari Rabu 06 Maret 2013 pukul 14:10 WITA.
Suryo, 2010, Genetika Manusia, Gajah Mada University Press, Yogyakarta.
like this. laporannya perfect
BalasHapusMakasih beb :*
BalasHapusIt's Perfect ,,
BalasHapusIzin copas ,,